Biografi Al-Musnid Al-Allamah Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidh
Beliau adalah al-Habib ‘Umar putera dari Muhammad putera
dari Salim putera dari Hafiz putera dari Abdullah putera dari Abi Bakar putera
dari ‘Aidarus putera dari Hussain putera dari Asy-Syaikh Abi Bakar putera dari
Salim putera dari ‘Abdullah putera dari Abdurrahman putera dari ‘Abdullah
putera dari Asy-Syaikh Abdurrahman Assegaf putera dari Muhammad Maula
al-Daweela putera dari ‘Ali putera dari ‘Alawi putera dari Al-Faqih Muqaddam
Muhammad putera dari ‘Ali putera dari Muhammad Shahib Mirbat putera dari ‘Ali
Khali‘ Qasam putera dari ‘Alawi putera dari Muhammad putera dari ‘Alawi putera
dari ‘Ubaidallah putera dari Imam Al-Muhajir Ahmad putera dari ‘Isa putera dari
Muhammad putera dari ‘Ali al-‘Uraidi putera dari Ja'far al-Shadiq putera dari
Muhammad Al-Baqir putera dari ‘Ali Zainal ‘Abidin putera dari Husain sang cucu
laki-laki, putera dari pasangan ‘Ali putera dari Abu Thalib dan Fatimah
al-Zahra puteri dari Rasul Muhammad s.a.w.

Beliau
terlahir di Tarim, Hadramaut, salah satu kota
tertua di Yaman yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan
berlimpahnya para ilmuwan dan para alim ulama yang dihasilkan kota ini selama berabad-abad. Beliau
dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki tradisi keilmuan Islam dan kejujuran
moral dengan ayahnya yang adalah seorang pejuang martir yang terkenal, Sang
Intelektual, Sang Da’i Besar, Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Shaikh Abu Bakr
bin Salim. Ayahnya adalah salah seorang ulama intelektual Islam yang
mengabdikan hidup mereka demi penyebaran agama Islam dan pengajaran Hukum Suci
serta aturan-aturan mulia dalam Islam. Beliau secara tragis diculik oleh
kelompok komunis dan diperkirakan telah meninggal, semoga Allah mengampuni
dosa-dosanya. Demikian pula kedua kakek beliau, al-Habib Salim bin Hafiz dan
al-Habib Hafiz bin Abd-Allah yang merupakan para intelektual Islam yang sangat
dihormati kaum ulama dan intelektual Muslim pada masanya. Allah seakan
menyiapkan kondisi-kondisi yang sesuai bagi al-Habib ‘Umar dalam hal
hubungannya dengan para intelektual muslim disekitarnya serta kemuliaan yang
muncul dari keluarganya sendiri dan dari lingkungan serta masyarakat dimana ia
dibesarkan.
Beliau
telah mampu menghafal Al Qur’an pada usia yang sangat muda dan ia juga
menghafal berbagai teks inti dalam fiqh, hadits, Bahasa Arab dan berbagai
ilmu-ilmu keagamaan yang membuatnya termasuk dalam lingkaran keilmuan yang
dipegang teguh oleh begitu banyaknya ulama-ulama tradisional seperti Muhammad
bin ‘Alawi bin Shihab dan al-Shaikh Fadl Baa Fadl serta para ulama lain yang
mengajar di Ribat, Tarim yang terkenal itu. Maka beliau pun mempelajari
berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual keagamaan dari ayahnya yang
meninggal syahid, Al-Habib Muhammad bin Salim, yang darinya didapatkan cinta
dan perhatiannya yang mendalam pada da'wah dan bimbingan atau tuntunan
keagamaan dengan cara Allah s.w.t. Ayahnya begitu memperhatikan sang ‘Umar
kecil yang selalu berada di sisi ayahnya di dalam lingkaran ilmu dan dzikr.
Namun
secara tragis, ketika al-Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya untuk sholat
Jum‘ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis, dan sang ‘Umar kecil sendirian
pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya, dan sejak saat itu
ayahnya tidak pernah terlihat lagi. Ini menyebabkan ‘Umar muda menganggap bahwa
tanggung jawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang
Da‘wah sama seperti seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan
padanya di masa kecil sebelum beliau mati syahid. Sejak itu, dengan sang
bendera dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulai, secara bersemangat, perjalanan penuh perjuangan,
mengumpulkan orang-orang, membentuk Majelis-majelis dan da’wah.
Perjuangan dan usahanya yang keras demi melanjutkan pekerjaan ayahnya
mulai membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi anak muda maupun
orang tua di mesjid-mesjid setempat dimana ditawarkan berbagai
kesempatan untuk menghafal Al Qur’an dan untuk belajar ilmu-ilmu
tradisional.
Ia sesungguhnya telah benar-benar memahami Kitab
Suci sehingga ia telah diberikan sesuatu yang khusus dari Allah meskipun
usianya masih muda. Namun hal ini mulai mengakibatkan kekhawatiran akan
keselamatannya dan akhirnya diputuskan beliau dikirim ke kota al-Bayda’
yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara yang menjadikannya
jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda.
Disana
dimulai babak penting baru dalam perkembangan beliau. Masuk sekolah
Ribat di al-Bayda’ ia mulai belajar ilmu-ilmu tradisional dibawah
bimbingan ahli dari yang Mulia al-Habib Muhammad bin ‘Abdullah Al-Haddar, semoga Allah mengampuninya, dan juga dibawah bimbingan ulama
mazhab Syafi‘i Al-Habib Zain bin Sumait, semoga Allah melindunginya.
Janji beliau terpenuhi ketika akhirnya ia ditunjuk sebagai seorang guru
tak lama sesudahnya. Ia juga terus melanjutkan perjuangannya yang
melelahkan dalam bidang Da‘wah.

Kali ini tempatnya adalah
al-Bayda’ dan kota-kota serta desa-desa disekitarnya. Tiada satu pun
yang terlewat dalam usahanya untuk mengenalkan kembali cinta kasih Allah
dan Rasul-Nya s.a.w pada hati mereka seluruhnya. Kelas-kelas dan
majelis didirikan, pengajaran dimulai dan orang-orang dibimbing. Usaha
beliau yang demikian gigih menyebabkannya kekurangan tidur dan istirahat
mulai menunjukkan hasil yang besar bagi mereka tersentuh dengan
ajarannya, terutama para pemuda yang sebelumnya telah terjerumus dalam
kehidupan yang kosong dan dangkal, namun kini telah mengalami perubahan
mendalam hingga mereka sadar bahwa hidup memiliki tujuan, mereka bangga
dengan indentitas baru mereka sebagai orang Islam, mengenakan
sorban/selendang Islam dan mulai memusatkan perhatian mereka untuk
meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Sang Rasul Pesuruh Allah s.a.w.
Sejak
saat itu, sekelompok besar orang-orang yang telah dipengaruhi beliau
mulai berkumpul mengelilingi beliau dan membantunya dalam perjuangan
da‘wah maupun keteguhan beliau dalam mengajar di berbagai kota besar
maupun kecil di Yaman Utara. Pada masa ini, beliau mulai mengunjungi
banyak kota-kota maupun masyarakat diseluruh Yaman, mulai dari kota
Ta'iz di utara, untuk belajar ilmu dari mufti Ta‘iz Al-Habib Ibrahim bin
Aqil bin Yahya yang mulai menunjukkan pada beliau perhatian dan cinta
yang besar sebagaimana ia mendapatkan perlakuan yang sama dari Shaikh Al-Habib Muhammad al-Haddar sehingga ia memberikan puterinya untuk
dinikahi setelah menyaksikan bahwa dalam diri beliau terdapat
sifat-sifat kejujuran dan kepintaran yang agung.
Tak lama
setelah itu, beliau melakukan perjalanan melelahkan demi melakukan
ibadah Haji di Mekkah dan untuk mengunjungi makam Rasul s.a.w di
Madinah. Dalam perjalanannya ke Hijaz, beliau diberkahi kesempatan untuk
mempelajari beberapa kitab dari para ulama terkenal disana, terutama
dari Al-Habib 'Abdul Qadir bin Ahmad As-Saqqaf yang menyaksikan bahwa di
dalam diri ‘Umar muda, terdapat semangat pemuda yang penuh cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya s.a.w dan sungguh-sungguh tenggelam dalam
penyebaran ilmu dan keadilan terhadap sesama umat manusia sehingga
beliau dicintai Al-Habib Abdul Qadir salah seorang guru besarnya. Begitu
pula beliau diberkahi untuk menerima ilmu dan bimbingan dari kedua
pilar keadilan di Hijaz, yakni Al-Habib Ahmad Mashur Al-Haddad dan Al-Habib 'Attas al-Habashi.
Sejak itulah nama Al-Habib Umar bin
Hafiz mulai tersebar luas terutama dikarenakan kegigihan usaha beliau
dalam menyerukan agama Islam dan memperbaharui ajaran-ajaran awal yang
tradisional. Namun kepopuleran dan ketenaran yang besar ini tidak
sedikitpun mengurangi usaha pengajaran beliau, bahkan sebaliknya, ini
menjadikannya mendapatkan sumber tambahan dimana tujuan-tujuan mulia
lainnya dapat dipertahankan. Tiada waktu yang terbuang sia-sia, setiap
saat dipenuhi dengan mengingat Allah dalam berbagai manifestasinya, dan
dalam berbagai situasi dan lokasi yang berbeda. Perhatiannya yang
mendalam terhadap membangun keimanan terutama pada mereka yang berada
didekatnya, telah menjadi salah satu dari perilaku beliau yang paling
terlihat jelas sehingga membuat nama beliau tersebar luas bahkan hingga
sampai ke Dunia Baru.
Negara Oman akan menjadi fase berikutnya
dalam pergerakan menuju pembaharuan abad ke-15. Setelah menyambut baik
undangan dari sekelompok Muslim yang memiliki hasrat dan keinginan
menggebu untuk menerima manfaat dari ajarannya, beliau meninggalkan
tanah kelahirannya dan tidak kembali hingga beberapa tahun kemudian.
Bibit-bibit pengajaran dan kemuliaan juga ditanamkan di kota Shihr di
Yaman timur, kota pertama yang disinggahinya ketika kembali ke
Hadramaut, Yaman. Disana ajaran-ajaran beliau mulai tertanam dan
diabadikan dengan pembangunan Ribat al-Mustafa. Ini merupakan titik
balik utama dan dapat memberi tanda lebih dari satu jalan, dalam hal
melengkapi aspek teoritis dari usaha ini dan menciptakan bukti-bukti
kongkrit yang dapat mewakili pengajaran-pengajaran di masa depan.
Kepulangannya
ke Tarim menjadi tanda sebuah perubahan mendasar dari tahun-tahun yang
ia habiskan untuk belajar, mengajar, membangun mental agamis orang-orang
disekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan yang benar serta
melarang yang salah. Dar-al-Mustafa menjadi hadiah beliau bagi dunia,
dan di pesantren itu pulalah dunia diserukan. Dalam waktu yang dapat
dikatakan demikian singkat, penduduk Tarim akan menyaksikan berkumpulnya
pada murid dari berbagai daerah yang jauh bersatu di satu kota yang
hampir terlupakan ketika masih dikuasai para pembangkang komunis.
Murid-murid dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Kepulauan Comoro,
Tanzania, Kenya, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat dan Kanada,
juga negara-negara Arab lain dan negara bagian di Arab akan diawasi
secara langsung oleh Habib Umar. Mereka ini akan menjadi perwakilan dan
penerus dari apa yang kini telah menjadi perjuangan asli demi
memperbaharui ajaran Islam tradisional di abad ke-15 setelah hari
kebangkitan. Berdirinya berbagai institusi Islami serupa di Yaman dan di
negara-negara lain dibawah manajemen al-Habib Umar akan menjadi sebuah
tonggak utama dalam penyebaran Ilmu dan perilaku mulia serta menyediakan
kesempatan bagi orang-orang awam yang kesempatan tersebut dahulunya
telah dirampas dari mereka.
Habib ‘Umar kini tinggal di Tarim,
Yaman dimana beliau mengawasi perkembangan di Darul-Mustafa dan
berbagai sekolah lain yang telah dibangun dibawah manajemen beliau.
Beliau masih memegang peran aktif dalam penyebaran agama Islam,
sedemikian aktifnya sehingga beliau meluangkan hampir sepanjang tahunnya
mengunjungi berbagai negara di seluruh dunia demi melakukan
kegiatan-kegiatan mulianya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar